REPETISI RETAK


Pandanganku buram ketika aku merasakan benturan keras di pelipisku. Aku memejamkan mata, lalu terngiang jelas di telingaku sebuah lagu indah mengalun.

Beautiful girl wherever you are
I knew when I saw you you had opened the door

Gerimis yang membasahi wajahku saat itu masih terasa nyata. Malam itu kembang api bergema di udara seolah tak ada habisnya. Angin berembus mengirimkan aroma tanah basah di antara riuhnya penghujung tahun yang perlahan memudar. Hari pertama di awal tahun perlahan itu semakin menampilkan kesunyian.

Aku berjalan bersamanya, lelaki manis yang menggandeng erat tanganku sejak kembang api berbunyi. Kami berjalan menyusuri jalan Malioboro yang mulai basah, berbelok melewati gapura bergaya Tionghoa, lalu kami berteduh di depan toko emas di tikungan jalan, Tiba-tiba tangannya menarik dan merengkuhku, diikuti suara klakson sepeda motor yang melengking.

Jantungku berdegup kencang, kaget. Malam-malam begini di jalan sempit kenapa pengendara sepeda motor mesti ngebut?

“Kita berteduh di sini dulu ya. Aku coba pesan Gocar,” katanya sambil mengeluarkan telepon genggamnya.

Tiba-tiba dia mengulurkan tangan dan memasangkan satu earphone di telingaku. Kulihat dia memasangkan satunya lagi di telinganya. Kudengarkan sebuah lagu mengalun lembut dari suara seorang penyanyi pria yang aku kenal. 

Beautiful girl wherever you are
I knew when I saw you you had opened the door
I knew that I'd love again after a long long while
I'd love again

Aku menatapnya dengan alis berkerut.

Dia berbisik padaku, “You are beautiful girl, and I love you.”

But something in your eyes left my heart beating so
I just knew that I'd love again after a long long while
I'd love again

Sebuah hantaman di dahiku membuyarkan lagu indah yang menggaung di benakku. Wajahku begitu panas dan perih. Aku merasakan kesakitan yang mendesak-desak tulang wajahku. Dia mengayunkan senter besar berwarna perak yang terasa dingin dan bengis di pelipisku.

Aku menatapnya tak berdaya. “Jangan,” bisikku lirih. Kurasakan air mata yang asin mengalir ke mulutku, bercampur dengan rasa kental dan bau anyir darah yang terasa mengalir dari sudut bibirku.

Aku tak berani menatap matanya. Diakah orang yang sama dengan lelaki yang dulu menyelipkan bunga di telingaku? Saat pertama kali dia menampar wajahku setelah enam bulan kami bersama, aku berhenti menemuinya. Hingga seminggu kemudian dia datang ke kantorku membawakan satu buket bunga dan berlutut padaku meminta maaf.

It was destiny's game
For when love finally came on
I rushed in line only to find
That you were gone

Dia adalah lelaki termanis yang pernah bersamaku. Matanya indah dan selalu menatapku dengan hangat. Aku menyukai rambutnya yang ikal dan lembut dengan helai-helai ujungnya yang terjatuh di atas matanya.

“Aku mencintaimu selamanya,” katanya suatu hari sambil menggenggam punggung tanganku, lalu mengecupnya.

Tadi begitu kelabu di luar ketika aku datang menemuinya. Hujan akan segera turun dan aku akan kebasahan kalau saja Bima, teman kosnya itu tidak membukakanku pintu pagar dan menawarkan untuk memarkirkan sepeda motorku. Aku pun buru-buru menemuinya di kamar lantai dua.

Di kamarnya, dia menyambutku tanpa senyuman. “Apa yang aku pikirkan selama ini ternyata benar,” katanya dengan datar.

Aku terdiam tak mengerti.

“Sejak kapan kamu didekati Bima?”

Dia meledak dan aku tak memiliki waktu menjelaskan hingga tamparannya mendarat di wajahku. Lalu pukulan kepala senter hampir membuatku pingsan. Aku terduduk di lantai seperti kucing tak berdaya yang penuh luka dan hanya dapat merintih.

Wherever you are I fear that I might
Have lost you forever like a song in the night

Aku melihatnya tiba-tiba terduduk di hadapanku dan menangis sambil menatapku. Tangannya gemetaran menyentuh wajahku yang langsung aku tepiskan. “Maafkan aku,” bisiknya lirih. “Aku tidak mau kehilanganmu.” Dia mendekap tubuhnya sendiri dan terus terisak.

Aku terenyak, mataku menatapnya tanpa mampu berkat-kata. Hatiku rasanya sudah tak mampu merasakan apa-apa. Sesungguhnya aku pun begitu mencintainya dan ingin bersamanya, menanggung kepahitan hidup yang harus kami hadapi ini, bersama. Namun kenapa dia tega melakukan ini padaku?

Now that I've loved again after a long long while
I've loved again

Tiba-tiba dia memungut senter kembali lalu melemparkannya ke cermin di sisinya hingga pecah berantakan. Aku terkejut dan takut. Jantungku berdentum cepat, air mataku keluar semakin deras. Rasa ini mengingatkanku pada hari itu, yang kupikir adalah hari terburuk dalam hidupku.

Aku menguatkan hatiku untuk beranjak. Aku pun berdiri dengan terhuyung-huyung ke arah pintu.  Saat aku membukanya, Bima dan penghuni kos lain sedang berkerumun di luar. Mereka berdiri terpaku melihatku.

Sambil menahan malu, aku segera berlalu, pergi sejauh-jauhnya dari tempat ini. Pergi sejauh-jauhnya darinya. Aku teringat Ibu. Hari itu, dia menggandengku dengan luka lebam di wajahnya. Meninggalkan Bapak, meninggalkan rumah yang berantakan dipenuhi dengan barang-barang yang telah pecah.

It was destiny's game
For when love…

 

Cerita oleh: Weka Swasti 

Lagu: Beautiful Girl, dipopulerkan oleh: Christian Bautista

 

Weka Swasti

1 komentar: